Friday, August 05, 2011

Gagal Nafas Akut

Distres pernafasan adalah keadaan klinis yang ditandai oleh adanya laju respirasi atau kinerja pernafasan abnormal (stadium kompensata). Distres pernafasan dapat disebabkan obstruksi di sepanjang saluran nafas, mempengaruhi pertukaran O2 dan CO2 alveolar, disebabkan juga oleh penyakit parenkim atau alveolar paru, atau penyakit non saluran nafas.1
Gagal nafas merupakan keadaan kegagalan sistem respirasi memenuhi kebutuhan metabolik tubuh untuk mengabsorbsi O2, membuang CO2, dan berhubungan dengan hipoksemia, hiperkapnia, atau kedua-duanya. Pada keadaan ini distres pernafasan sudah masuk pada stadium dekompensata. Tidak semua gagal nafas akut didahului oleh tanda-tanda distres pernafasan.1

Tipe Gagal Nafas
  1. Gagal nafas tipe I (hipoksia, PaO2 menurun, PaCO2 normal) adalah kegagalan paru untuk mengoksigenasi darah dan terjadi dalam  keadaan:
    1. Gangguan ventilasi/perfusi (V?Q mismatch), terjadi bila darah mengalir ke bagian paru yang ventilasinya buruk atau rendah . Keadaan ini paling sering. Contoh antara lain, posisi (telentang di tempat tidur, SDPA, atelektasia, pneumonia, embloli paru, displasia bronkopulmonal.3
    2. Gangguan difusi yang disebabkan oleh penebalan membran alveolar atau pembentukan cairan interstitial pada sambungan alveolar-kapiler.  Contoh antara lain, edema paru, SDPA, pneumonia interstitial.3
    3. Pirau intrapulmonal yang terjadi bila aliran darah melalui area paru-paru yang tidak pernah mengalami ventilasi. Contoh antara lain, malformasi arterio-vena paru.3
Gagal nafas tipe II (hipoksia, hiperkapnia, PaO2 menurun, PaCO2 meingkat) terjadi karena hipoventilasi alveolar dan biasanya sekunder karena berbagai keadaan seperti disfungsi susunan saraf pusat, sedasi, atau gangguan neuromuskular.3 Hipoksemia tidak selalu berhubungan dengan gagal nafas. Pirau jantung dari kanan ke kiri, tempat yang tinggi dengan konsentrasi oksigen rendah, dan produksi methemoglobin semuanya dapat menyebabkan hipoksemia berat.3

Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan pada bayi dan anak membuat mereka lebih nudah terkena gangguan sistem pernafasan.2

Anatomi Saluran Nafas Anak
Beberapa perbedaan anatomi seistem pernafasan anak dibandingkan dewasa adalah:
F Diameter saluran nafas anak lebih kecil dan kartilogo penyangganya belum berkembang sempurna, menyebabkan lebih mudah mengalami obstruksi oleh mukus, darah, pus, edema atau bronkokonstriksi.2
F Lidah anak mempunyai ukuran yang relatif besar dibandingkan dengan rongga mulutnya sehingga dapat menjadi penyebab obstruksi saluran nafas atas.2
F Diafragma merupakan otot utama untuk pernafasan anak karena otot interkostal masih matur sehingga apapun yang mengganggu fungsi diafragma akan menyebabkan gangguan pernafasan. Otot diafragma pada bayi relatif lebih datar dan pendek sehingga kekuatan kontraksinya terbatas.2
F Anak memilki alveolus yang lebih sedikit dan kecil sehingga area yang potensial untuk pertukaran udara hanya sedikit.2
F Anak-anak memiliki laju metabolisme yang lebih tinggi dibandigkan dewasa sehingga membutuhkan konsumsi oksigen yang lebih banyak. Karena itu anak tidak dapat mentoleransi keadaan hipoksia.2

Fisiologi Pernafasan
Proses pernafasan dimulai melalui rangsangan pada reseptor pernafasan yang diteruskan ke pusat pernafasan di medulla oblongata. Rangsanagn terhadap reseptor vagal di saluran nafas dan paru, reseptor dinding dada, temperatur dan propioseptor otot rangka akan meningkatkan ventilasi. Rangsangan terhdapa baroreseptor di sinus karotis, arkus aorta, atrium, ventrikel dan pembuluh darah besar akan menimbulkan inhibisi ringan ke pusat respirasi. Perubahan O2, CO2, H+ akan mempengaruhi pudat respirasi melalui kemoreseptor yang mempunyai peran dominan dalam penagturan pernafasan. Pengaruh PCO2 arteri terhadap kemoreseptor sentral adalah rangsang kimia yang memeiliki peran utama dalam pengaturan ventilasi. Perubahan PCO2 yang kecil saja sudah cukup untuk menimbulkan reflek perangsangan ke pusat respirasi. Peningkatan kadar CO2 dalam udara inspirasi akan meningkatkan ventilasi pada PCO2 antara 40-70 mmhHg. Namun kadar yang lebih tinggi (PCO2 antara 70-80 mmHg) justru akan mendepresi pernafasan disertai gejala nyeri kepala dan penurunan kesadaran. Penurunan PO2 arteri (hipoksia) akan merangsang kemoresptor perifer dan meningkatkan impuls ke pusat respirasi. Namun kemoreseptor perifer tidak terlalu peka terhadap penurunan PO2 yang relatif sedikit. Respon peningkatan ventilasi baru akan tampak bila PO2 arteri turun lebih rendah dari 60 mmHg.2
Dari medulla oblongata, impuls eferen dikirim ke otot-otot pernafasan sehingga terjadi kontraksi otot-otot pernafasan. Akibat dari kontraksi otot-otot pernafasan, tulang dada dan tulang iga terangkat ke atas dan diafragma tertarik ke bawah sehingga terjadi pengembangan rongga dada dan tekanan yang lebih negatif yang mengakibatkan udara dari luar masuk ke alveoli. Proses pernafasan berlanjut dengan proses difusi melalui membran alveol kapiler yang disebut membran respirasi. Proses difusi ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara ronga alveoli dan kapiler. Darah dari jantung kanan dengan kadar O2 yang rendah dan kadar CO2 tinggi akan masuk ke paru-paru. PCO2 yang tinggi akan menyebabkan ventilasi meningkat, sebaliknya PO2 yang tinggi akan menurunkan ventilasi. Setiap gangguan pada tiap tahap proses pernafasan dapat menyebabkan ketidakmampuan paru-paru dalam proses pernafasan tersebut dapat menyebabkan ketidakmapuan paru-paru dalam menjalankan fungsinya untuk melakuakn pertukaran gas sehingga tidak terjadi gagal nafas.2

Bayi dan anak lebih mudah mengalami gagal nafas daripada orang dewasa, diantaranya karena perbedaan anatomi. Saluran nafas pada bayi dan anak kecil dan lebih mudah mengalami obstruksi oleh benda asing, pembengkakan lokal, atau oleh pangkal lidah. Saluran nafas bawah juga lebih kecil dan kartilago penyangganya belum berkembang sempurna. Saluran nafas lebih mudah mengalami obstruksi oleh mukus, darah, pus, edema atau bronkokonstriksi.1
Pola penyakit saluran nafas anak berbeda dengan orang dewasa karena perbedaan status imunologi, dan struktur dan fungsi paru serta dinding dada. Rongga dada anak kecil lebih lentur daripada orang dewasa. Rongga dada secara normal menyokong paru dan membantu paru tetap mengembang, dan otot interkostal dan diafragma menurunkan tekanan dan volume intertorakal, yang menyebabkan pergerakan udara. Volume tidal anak adalah 5-7 ml/kgBB. Pada inspirasi aktif akan timbul gerakan paradoksik (retraksi sternal dan interkostal) yang lebih menonjol dibandingkan gerakan ekspansi paru dan aliran udara. Aliran udara pada anak lebih bergantung pada gerakan diafragma. Bial gerakan diafragma terhalang oleh tekanan dari atas (hiperekspansi paru) atau dari bawah (distensi abdomen), respirasi efektif dengan cepat terganngu karena dinding dada tidak bisa mengkompensasinya.1
Laju metabolisme yang tinggi pada anak memerlukan respirasi yang lebih banyak untuk memenuhi konsumsi O2 dan pembuangan CO2. Distres pernafasan menambah kebutuhan ini dan diatasi dengan meningkatkan kinerja pernafasan dan memperburuk ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan.1
Otot-otot pernafasan anak kecil relatif inefisien. Pada bayi, diafragma merupakan otot pernafasan utama, sedangkan otot interkostal dan otot pernafasan tambahan relatif sedikit memberikan kontribusi. Kelelahan otot pernafasan dapat terjadi dengan cepat dan menyebabkan gagal nafas serta apnea.1
Kegagalan paru yang dapat terjadi karena penyakit yang menyerang saluran nafas, alveoli, membran kapiler alveoli, atau sirkulasi pulmonal yang menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnia.3
Kegagalan pompa respirasi terjadi karena berbagai penyakit mulai dari pusat pernafasan di otak sampai medula spinalis bagian atas, nervus frenikus, otot dinding dada, terutama menyebabkan hiperkapnia.3
Penyebab Utama Gagal Nafas Pada Anak
a.      Kegagalan Paru
Asma, bronkiolitis, displasia bronkopulmonal, sindrom distres pernafasan akut, obstruksi saluran nafas atas.3
b.      Kegagalan pompa respirasi
Overdosis obat, penyakit susunan saraf pusat, penyakit neuromuskular.3
Dalam melakukan tatalaksana yang baik sangat penting untuk mengetahui tanda dini gagal nafas berupa gangguan pernafasan, kardiovaskular dan susunan saraf pusat sehingga dapat mencegah progresifitas gawat nafas yang dialami anak.1
Terdapat beberapa cara untuk penilaian dini anak dengan kegawatan nafas, yaitu:
  1. Segitiga Penilaian Anak = SPA (Pediatric Assesment Triangle = PAT)
  2. Langkah resusitasi ABCDE
  3. Penilaian Triase (Triage Assesment)
Segitiga Penilaian Anak = SPA (Pediatric Assesment Triangle = PAT)
cid:image001.png@01CC5301.E90C4570



cid:image002.png@01CC5301.E90C4570Tampilan (N)                           Upaya Nafas (AbN)             Distress Pernafasan

                             Sirkulasi ke Kulit (N)
cid:image001.png@01CC5301.E90C4570



cid:image002.png@01CC5301.E90C4570Tampilan (AbN)                                  Upaya Nafas (AbN)             Gagal Nafas
                                     
                                  Sirkulasi ke Kulit (N/AbN)

cid:image003.png@01CC5301.E90C4570


cid:image002.png@01CC5301.E90C4570Tampilan (AbN)                                  Upaya Nafas (N)                  Syok

                                    Sirkulasi ke Kulit (AbN)
cid:image001.png@01CC5301.E90C4570



cid:image002.png@01CC5301.E90C4570Tampilan (AbN)                        Upaya Nafas (N)                   Distress Pernafasan

                                 Sirkulasi ke Kulit (N)
Penilaian awal pada anak ada dua cara: pertama, kesan observasional secara umum menggunakan segitiga penilaian anak (SPA) dan kedua, penilaian pemeriksaan fifik dengan menggunakan tangan (hands-on) yang dikenal dengan istilah ABCDE. SPA dapat dipakai untuk menilai adanya distres pernafasan, yang dapat dilakukan mulai dari pra-rumah sakit. Cara ini dilakukan oleh pemeriksa tanpa menyentuh anak. Dengan hanya melihat dan mendengar, tanpa memerlukan stetoskop, alat pengukur tekanan darah, monitor jantung atau pulse oxymetri, pemeriksa dapat dengan cepat memperoleh kesan seorang anak dalam keadaan sakit kritis. Pemeriksaan ini dapat diselesaikan dalam waktu 30-60 detik sebagai penilaian awal bagi semua anak.1
Ada tiga komponen yang dinilai pada SPA:
  1. Tampilan anak (appearance)
  2. Kinerja nafas (work of breathing)
  3. Sirkulasi ke kulit (circulation to skin)
Dengan menggunakan SPA saat kontak pertama dengan pasien, pemeriksa dapat segera menentukan tingkat kegawatan, menentukan perlu tidaknya memberikan bantuan hidup dasar dan mengidentifikasi masalah fisiologis yang terjadi. Secara bersamaan dengan menilai ketiga komponen SPA akan diketahui kelainan yang dialami anak seperti adanya gangguan kardiopulmonal, neurologis dan metabolik. Metode SPA ini bukan untuk menggantikan pemakaian metode ABCDE, tetapi menambah dan saling melengkapi.1

Tampilan Anak (appearance)
Terdapat dua metode penilaian tampilan anak yaitu TICLS dan AVPU (Alert, Voice, Pain, Unresponsive). Metode TICLS dianggap lebih memadai dibandingkan skala AVPU yang telah lebih dulu dikenal. Sebagian besar anak dengan sakit atau cedera sedang sampai berat pada skala AVPU terletak pada skala Slert, meskipun mereke menunjukkan penampilan yang tidak normal. Anak yang sadar dan dapat berinteraksi menunjukkan ia tidak dalam keadaan gagal nafas.1
Karakteristik Tampilan Anak dengan Metode TICLS
Tone
Apakah anak bergerak aktif atau menolak pemeriksaan? Apakah tonus ototnya baik, lumpuh, layu atau flasid?
Interactiveness
Bagaimana kesadarannya? Apakah orang/ benda/ suara mempengaruhinya? Apakah ia mau bermain /meraih mainan atau alat periksa? Atau tidak mau berinteraksi dengan pemeriksa?
Consolability
Apakah ia dapat ditenangkan oleh pemeriksa? Atau anak menangis terus atau terlihat agitasi, sekalipun dilakukan pendekatan
Look
Apakah ia dapa memfokuskan penglihatan pada muka? Atau pandangannya kosong?
Speech/Cry
Apakah anak berbicara atau menangis dengan kuat? Lemah menyengau atau parau?


Kinerja Nafas (work of breathing)
Kinerja nafas merupakan indikator oksigenasi dan ventilasi yang dapat dikerjakan dengan cepat dan lebih akurat dibandingkan dengan laju pernafasan atau suara nafas pada auskultasi. Penilaian tampilan nafas dilakukan secara seksama dengan mendengarkan suara tidak normal pada jalan nafas dan memperhatikan tanda peningkatan kinerja nafas (posisi tubuh, retraksi dan cuping hidung). Seperti halnya penilaian tampilan anak, cara inipun tidak menggunakan tangan (observasi).1


Karakteristik Kinerja Nafas
Karakteristik
Gambaran yang harus dicari
Suara saluran nafas abnormal
Mengorok, kasar/menyengau, stidor, grunting, mengi
Posisi abnormal
Sinffing position, menolak untuk telentang
Retraksi
Retraksi supraklavikula, interkosta, atau substernal
Kembang kempis
Cuping hidung kembang kempis


Sirkulasi ke Kulit
Penilaian sirkulasi ke kulit mencerminkan kecukupan curah jantung dan perfusi ke organ vital. Pada saat curah jantung sangat berkurang, tubuh akan mengurangi aliran darahnya ke kulit dan membrana mukosa untuk menjaga aliran darah ke organ yang lebih vital (otak, jantung dan ginjal). Sehingga sirkulasi ke kulit merupakan gambaran dari sirkulasi organ vital. Bila sirkulasi ke kulit tidak normal disertai tampilan anak yang terganggu menandakan terjadinya syok. Untuk menilai keadaan sirkulasi ke kulit harus dilakukan dalam suhu ruangan yang hangat.1
Penilaian Sirkulasi ke Kulit
Karakteristik
Gambaran yang harus dicari
Pucat
Kulit atau membran mukosa tampak putih atau pucat karena kurangnya aliran darah ke daerah tersebut
Mottling
Patchy skin discoloration (kulit bebercak kebiruan akibat vasokontriksi)
Sianosis
Kulit dan membran mukosa tampak biru

Berdasarkan ketiga penilaian di atas, pemeriksa tanpa menyentuh anak telah dapat memberikan jawaban terhadap dua pertanyaan yang penting, yakni:
  1. Bagaimana beratnya penyakit?
  2. Fungsi fisiologis mana yang terganggu?
Informasi ini sangat membantu pemeriksa untuk menentukan langkah berikutnya dalam hal melakukan penanganan segera baik secara umum maupun khusus.1
Melalui penggunaan SPA, pemeriksa memiliki keuntungan:
  1. Pemeriksa cepat memperoleh informasi penting tentang status fisiologis anak sebelum anak dipegang pemeriksa atau bereaksi (teragitasi). Hal inin penting karena sangat sukar untuk menentukan tampilan anak yang tidak normal, penigkatan kinerja nafas atau penurunan sirkulasi  ke kulit bila anak teragitasi dan menangis.
  2. Cara ini tidak memerlukan tangan pemeriksa (the rest of the hands-on).
  3. Waktu yang diperlukan untuk menilai SPA hanya sebentar (30-60 detik)
Selanjutnya setelah penilaian anak dengan SPA dilanjutkan dengan penilaian fisik yang menggunakan tangan (hands-on).1

Penilaian Dengan Langkah Resusitasi ABCDE
Penilaian lain yang dipergunakan setelah PAT adalah dengan langkah resusitasi ABCDE. Namun demikian kedua metode ini harus dilakukan secara cepat dan simultan. Metode ini akan menentukan tindakan selanjtnya untuk memperbaiki gangguan organ yang terkena. Komponen pemeriksaan ini meliputi Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure.1

Airway (Jalan Nafas)
Dengan SPA telah diketahui adanya obstruksi jalan nafas, namun derajat obstruksi perlu lebih terinci, antara lain untuk tindakan resusitasi. Menilai jalan nafas pada anak dengan kesadaran menurun dilakukan dengan teknik lihat, dengar dan rasakan (look, listen and feel) yaitu membuka ajalan nafas dengan cara sniffing position untuk melihat pengembangan dada, mendengar suara nafas tambahan dan merasakan aliran udara dengan cara mendekatkan wajah k hidung dan mulut penderita.1
Suara saluran nafas yang tidak normal menunjukkan adanya sesuatu (obstruksi) pada saluran nafas atas atau bawah. Saat membuka jalan nafas pemeriksa harus meyakinkan (melihat) adanay penembangan dinding dada, bila hal itu tidak terjadi bisa disebabkan adanya sumbatan oleh mukus yang banyak, darah atau benda asing lainnya pada mulut atau jalan nafas.1

Breathing (Upaya Nafas)
            Penilaian upaya nafas dilakukan dengan melihat, mendengar, menggunakan stetoskop dan alat pulese-oxymetri. Upaya nafas dinilai dengan menghitung frekuensi nafas, menilai retraksi dan penampilan anak. Sesuai tingkat tumbuh kembang anak, laju nafas berbeda-beda dengan bertambahnya usia. Laju nafas juga dapat dipengaruhi oleh keadaan seperti demam, nyeri, ketakutan/kecemasan atau emosi yang meningkat. Takipnea pada keadaan istirahat menunjukan peningkatan kebutuhan ventilasi disebabkan oleh penyakit paru atau pada jalan nafas. Pernafasan yang lambat dapat terjadi pada anak yang kelelahan akibat distres pernafasan.1
            Karena itu dalam menilai upaya nafas perlu diperhatikan nilai ekstrim. Laju nafas > 60x/menit untuk semua usia apalagi disertai retraksi dan penurunan kesadaran sangat mungkin menandakan gagal nafas. Laju nafas < 20x/menit untuk anak < 6 tahun dan < 15x/menit untuk anak > 12 tahun juga harus mendapat perhatian khusus.1

Laju Nafas Normal Sesuai Usia
Usia (tahun)
Laju Nafas (per menit)
< 1
30-40
1-2
25-35
2-5
25-30
5-12
20-25
> 12
15-20
*)1

Circulation (Sirkulasi)
            Penilaian sirkulasi dilakukan dengan menghitung denyut jantung, denyut dan kualitas nadi, waktu pengisian kapiler, suhu kulit dan tekanan darah. Takikardia merupakan tanda awal hipoksia atau perfusi yang buruk. Pada bayi kecil dapat meningkat secara ekstrim (sampai 220/menit). Takikardia juga ditemukan bila demam, nyeri, ketakutan dan emosi yang meningkat. Bradikardia dapat merupakan tanda preterminal (stadium dekompensata) dari hipoksia atau iskemia.1
            Perhatikan kualitas nadi apakah lemah atau kuat. Pemeriksaan denyut nadi sangat penting pada keadaan syok dibandingkan dengan tekanan darah. Pemeriksaan dilakukan pada nadi brakialis, bila teraba kuat berarti anak tidaka mengalami hipotensi. Bila nadi brakialais tidak teraba cobalah meraba femoral atau karotis. Tidak terabanya denyut nadi perifer dan sentral menunjukkan telah terjadi syok yang berkepanjangan dan telah terjadi hipotensi. Tidak adanya denyut nadi sentral merupakan indikasi untuk segera dilakukan tindakan resusitasi. Produksi urin juga merupakan indikator yang baik untuk syok, namun sering kurang diperhatikan.1
Pengaruh sirkulasi yang tidak adekuat terhadap organ lain:1
F Sistem respirasi: Terjadi peningkatan frekuensi nafas dan volume tidal.
F Kulit: Terlihat mottling, dingin, kulit perifer pucat menandakan perfusi yang buruk.
F Kesadaran: Terjadi penurunan tingkat kesadaran karena perfusi ke otak berkurang.
F Produksi urin: Produksi urin pada anak < 1 ml/kgBB/jam dan bayi < 2 ml/kgBB/jam menandakan perfusi ginjal yang tidak adekuat.

Disability (Status Neurologik)
            Penilaian neurologik meliputi fungsi korteks dan batang otak. Fungsi korteks dapat dinilai dengan Glasgow Coma Scale. Untuk mengevaluasi fungsi batang otak dilakukan pemeriksaan pola nafas sentral, postur tubuh, pupil dan reaksinya terhadap cahaya dan evaluasi saraf otak lainnya. Anak dengan gagal nafas biasanya hipotonia. Refleks pupil dapat menjadi abnormal akibat obat-obatan, kejang, hipoksia, atau adanya herniasi batang otak yang mengancam. Penilaian lebih lanjut dilakukan atas gerakan motorik. Perhatikan gerakan-gerakan asimetrik, kejang, postur atau flasiditas.1
Pengaruh sistem susunan saraf pusat yang tidak adekuat terhadap organ lain:
F Sistem respirasi: Terjadi pernafasan yang tidak normal akibat peningkatan tekanan intra kranial berupa hiperventilasi sampai pernafasan Cheyne-Stokes bahkan apnea. Adanya pernafasan yang abnormal pada pasien koma menandakan terjadinya gangguan fungsi pada mesensefalon atau medula oblongata.1
F Sistem sirkulasi: Terjadi hipertensi dengan sinus bradikardia menunukkan adanya penekanan medula oblongata akibat herniasi dari tonsil serebelum melalui foramen magnum. Ini merupakan tanda kasip dan pre-terminal.1
Penilaian Triase (Triage Assesment)
Penilaian Triase adalah prosedur cepat untuk menilai berat ringannya penyakit anak di rumah sakit (ruang gawat darurat). World Health Organizatiom (WHO) telah membuat pengelompokan anak yang datang ke unit gawat darurat ke dalam tiga kelompok:
  1. Anak dengan tanda-tanda emergensi (emergency signs): anak yang harus segera mendapatkan penanganan kegawatdaruratan untuk mencegah kematian.
  2. Anak dengan tanda-tanda prioritas (priority signs): anak yang harus mendapatkan perhatian khusus berupa pemeriksaan dan pengobatan yang tidak boleh ditunda. Kelompok ini pun mempunyai resiko kematian yang tinggi.
  3. Non-urgent Case: anak yang tidak memiliki tanda-tanda emergensi dan prioritas.
Bila menemukan tanda-tanda emergensi yaitu:
F Obstruksi saluran nafas
F Distres pernafasan berat
F Sianosis sentral
F Syok
F Koma
F Kejang
F Dehidrasi berat
Segera lakukan dua tahap penilaian:
  1. Menilai jalan nafas dan pernafasan, bila ditemukan abnormalitas segera lakukan tindakan untuk mempertahankan pernafasan.
  2. Secara cepat menentukan apakah anak dalam keadaan syok, penurunan kesadaran, kejang, diare dengan dehidrasi berat dan segera ditangani. Semua penilaian ini dilakukan dengan cepat dan simultan.
Bila menemukan tanda-tanda prioritas, yaitu:
F Tampak sangat kurus
F Edema kedua tungkai
F Telapak tangan sangat pucat
F Letargi, tampak mengantuk, tidak sadar
F Iritabel dan gelisah
F Luka bakar luas
F Anak dengan surat rujukan penting dari fasilitas kesehatan lain
Kelompok ini memerlukan pemeriksaan segera untuk menentukan tindakan selanjutnya. Anamnesis dan riwayat penyakit dapat ditunda. Sedangakan untuk kelompok ketiga pemeriksaan dan pengobatan sesuai degan pemeriksaan biasa.1

Penilaian untuk tanda emergensi dan prioritas1
Penilaian jalan nafas dan pernafasan:
F Apakah anak tampak mengalami obstruksi jalan nafas?
F Apakah terdapat tanda distress pernafasan?
F Apakah terdapat sianosis sentral?
Penilaian sirkulasi:
F Apakah tangan anak teraba dingin? Bila ya, periksa waktu pengisian kapiler!
F Bila waktu pengisisan kapiler lebih dari 2 detik, periksa denyut nadi!
F Apakah denyut nadi anak lemah dan cepat?
Penilaian koma atau kejang (atau status mental yang tidak normal lainnya):
F Apakah anak koma? Nilai tingkat kesadaran secara cepat dengan GCS.
F Apakah anak kejang? Apakah terdapat gerakan berulang saat anak tidak sadar?
F Apakah anak terlihat letargi? Apakah anak terlihat mengantuk atau tidak tertarik dengan lingkungan sekitar?
F Apakah anak sangat iritabel atau gelisah?
Penilaian dehidrasi berat:
F Sesuai dengan pedoman diagnosa dehidrasi
Penilaian malnutrisi berat:
F Apakah anak terlihat sangat kurus sekali?
F Apakah terdapat edema pada kedua tungkai?
Penilaian anemia berat:
F Apakah telapak tangan anak sangat pucat?
Penatalaksanaan kegawatan nafas dibagi menjadi fase resusitasi segera yang diikuti dengan fase perawatan. Tujuan resusitasi segera adalah menstabilkan kondisi penderita sebisa mungkin dan mencegah berbagai kemunduran yang dapat mengancam jiwa. Setelah tujuan ini tercapai barulah diarahkan kepada diagnosis proses yang mendasarinya dan pemberian terapi yang ditujukan untuk menghilangkan etiologi primer dari kegawatan nafas.2

Fase Resusitasi Segera
F Kontrol jalan nafas
Pada penilaian jalan nafas, jika tidak ada riwayat yang menyokong obstruksi benda asing, periksa apakah jalan nafas tertututp muntah, sekresi, partikel kecil atau darah. Gunakan sapuan jari untuk mengeluarkan partikel yang terlihat, kenudian hisap partikel benda asing sehingga menjadi bersih. Indikasi intubasi endotrakeal adalah untuk proteksi jalan nafas, membebaskan obstruksi, mengurangi usaha nafas dan untuk ventilasi mekanik.2
F Oksigenisasi
Semua pasien dengan kegawatan nafas membutuhkan oksigen aliran tinggi melalui sungkup secepat mungkin dan sturasi oksigen dipertahankan lebih dari 90%. Bila anak hipoventilasi dengan laju pernafasan yang lambat atau upaya nafas lemah, harus diberikan bantuan ventilasi dari balon ke sungkup.2
F Ventilasi mekanik
Indikasi pemberian ventilasi mekanik adalah ventilasi yang abnormal dan oksigen yang abnormal. Ventilasi yang abnormal disebabkan oleh disfungsi otot-otot pernafasan, penurunan pengaturan ventilasi, peningkatan tahanan jalan nafas dan obstruksi jalan nafas. Oksigenasi yang abnormal disebabkan oleh hipoksemia yang refrakter dengan usaha nafas maksimal.2
F Stabilisasi sirkuler dengan pengelolaan terapi cairan.2

Fase Perawatan
F Obstruksi saluran nafas atas:
a.       Infeksi
Laryngotrakeobronkitis
Bila mengalami distres pernafasan dengan stridor kasar dan batuk menggonggong maka harus diberikan nebulisasi epinefrin 5ml larutan 1:1000, dengan oksigen melalui sungkup muka. Dengan cara ini akan didapat perbaikan sementara selama 30-60 menit, jarang terjadi perbaikan jangka panjang. Pengobatan ini hanya diberikan pada penderita croup dengan obstruksi berat sementara menungu intubasi endotrakeal. Oksigen yang dilembabkan harus diberikan melalui sungkup muka dan saturasi oksigen haus dipantau. Kemudian berikan steroid. Dapat diberikan deksametason 0,15 mg/kgBB atau inhalasi nebulisasi budesonid 1mg.2
Indikasi intubasi berdasarkan data klinis takikardi, takipneu, retraksi dinding dada atau adanya sianosi, kelelahan dan penurunan kesadaran.2
      Epiglotitis
Jangan melakukan intervensi saluran nafas yang membahayakan, karena bisa terjadi presipit6asi obstruksi saluran anfas total yang fatal termasuk pada saat melakukan foto jaringan lunak leher. Intubasi mungkin diperlukan. Karena edema hebat dan inflamasi, intubasi mungkin sulit dan perlu pipa endotrakeal yang lebih kecil dari semestinya dan dilakukan setelah diberikan induksi anastesi. Berikan antibiotik.2
      Bakterial tracheitis
Penderita harus dirawart di ruang intensif dan dilakukan intubasi, toilett trachea dan isap lendir yang sering untuk mencegah obstruksi pipa endotrakeal. Berikan antibiotik.2
      Abses retrofaringeal
      Beri antibiotik dan lakukan drainage.2
b.      Non Infeksi
      Aspirasi benda asing
      Pada anak dengan distres pernafasan berat dan ada riwayat tersedak benda      asing mendadak, harus segera dilakukan manuver Heimlich (bila masih         sadar) atau manufer hentakan subdiafragma (bila tidak sadar). Pada bayi         dilakukan tepukan punggung (back blow). Bila manuver tadi tidak berhasil       maka perlu dilakukan laringoskopi.2
F Obstruksi saluran nafas bawah:
a.       Infeksi
      Pneumonia
      Pemberian cairan diberikan sesuai kebutuhan, hati-hati terhadap terjadinya       sekresi ADH inappropiate. Karena sulit membedakan infeksi bakterial dan         viral, maka antibiotik harus segera diberikan.2
      Bronkiolitis
      Tidak ada terapi spesifik untuk bronkiolitis, tatalaksananya berupa terapi          suportif.2
b.      Non Infeksi
      Asma
      Berikan terapi oksigen. Berikan salbutamol/terbutalin nebulisasi dengan            ipratoprium bromide. Bila gagal nafas dengan upaya nafas sangat          lemah,penurunan kesadaran dan saturasi rendah walaupun dengan terapi oksigen maksimal, berkanlah bantuan ventilasi buatan dari balon ke sungkup          muka.2

No comments:

Post a Comment

Other Magazine